Jumat, 10 Januari 2014

PERI LILI DAN PERI SALJU


 
Peri lili adalah seorang peri yang bertugas dalam pergantian musim panas. Tanpa sengaja peri lili melihat sekeliling dan takjub akan pekerjan kakanya peri semi,dia memang sangat menyukai,musim semi saat bunga bermekaran,musim gugur saat daun berguguran,dan musim dingin saat salju terjatuh dari lagit.Tapi,lili tidak menyukai musimnya sendiri yaitu musim panas,dia beranggapan bahwa tidak adil  dia harus bertindak menjadi peri yang mengganti musim panas,karena sebenarnya dia tidak menyukai musim panas,karena menurutnya musim panas itu tidak memberikan kehidupan pada hewan,tanaman,dan manusia.Sedang asik-asiknya lili melamunkan akan hal itu,dia dikagetkan dengan kedatangan kakanya peri salju.Munculah ide tentang pergantian musim yang ia risaukan.
”Kak salju,apa bisa didunia ini tidak ada musim panas?”tanya lili.
”Wah,mengapa kau tidak ingin adanya musim panas didunia ini?”peri salju memandang adik kesayangannya tersebut.
”Bukankah musim panas adalah tugasmu,kenapa kau tidak menyukainya?”tanya peri salju.
”Aku ingin sekali menjadi peri pengganti musim yang lain,karena musim panas itu tidak menyenangkah,hanya membuat semua yang hidup gelisah dan banyak mengeluh karena terlalu panas,”kata lili.”Aku ingin seperti kaka,yang mengubah musim menjadi musim dingin,karena saat kaka mengubah musim menjadi musim dingin,banyak anak-anak yang menyukai salju.Aku juga sangat menyukai salju,”kata lili kemudian.
Peri salju diam sejenak,peri salju memang bisa membaca mantar untuk mengubah musim apa saja dan menggantinya menjadi musim apa saja,karena dia adalah kaka tertua yang dapat mengubah segala jenis musim.seperti sekarang dia akan memenuhi keinginan adiknya tercinta,yaitu mengganti musim semi yang akan berakhir ini langsung menjadi musim dingin.Tapi,akibatnya tidak ada musim lain selain musim dingin.
Pada awalnya lili senang pada keputusan kakanya yang menuruti permintaanya,yaitu dengan menghilangkan musim panas walaupun lili tidak tahu apakah sementara atau selamanya.Tapi hal itu tidak dipikirkan oleh peri lili,karena sekarang yang ada di pikiranya adalah salju yang da di depan matanya.Setelah bertahun-tahun terjadi musim dingi dan tidak ada musim lainya,lili baru menyadari bahwa banyak manusi,hewan,dan tumbuhan yang kelaparan karena susah mendapat makana.Bahkan banyak yang mati karena kedingina.Hal ini membuat lili sedih,”seandainya aku masih bisa mengubah musim ini menjadi musim panas,pasti tidak akan terjadi seperti ini”pikir peri lili.
“bagaimana lili?apakah kamu senang dengan hilangnya musim pans didunia ini?”tanya peri salju.
Lili menggeleng.”tidak kak,lebih baik kembalikan musim didunia ini seperti pada mestinya”kata lili pada peri salju.
Lili sadar keinginanya untuk mengubah dunia tanpa musim panas itu tidak mungki karena akn mengganggu keseimbangan dunia.Dengan melihat penyesalan adiknya tersebut peri saljupun mulai membaca mantar dan mengubah musim seperti pada mestinya,yaitu musim panas.Lili pun akhirnya tersenyum gembira,karena dia dapat melihat keadaan dunia kembali seperti semula yaitu empat musim dalam satu tahun.

Kamis, 09 Januari 2014

CELENGAN DIKA


 
Minggu pagi yang cerah tapi nampak wajah Dika dan kakaknya Amanda tak secerah pagi itu. Kedua kakak beradik itu nampak bosan duduk-duduk di depan TV sambil sesekali menggonta-ganti chanel,
“Bu, seharusnya di akhir libur semester ini kita pergi berlibur,” Kata Dika dengan wajah cemberut.
“Memangnya Kamu ingin berlibur kemana?” sahut Ibu dari dalam dapur.
“Coba kalau kita berlibur ke Water Boom?” kata Amanda bersemangat.
Tiba-tiba Suara deru mobil memasuki halaman rumah.
“Ayah pulaaaang…!” teriak Dika dengan cepat berdiri dan berlari menyambut Ayah,
Begitulah kebiasaan Dika, selalu heboh ketika menyambut Ayah pulang. Tapi tiba-tiba Dika memperlambat laju larinya. Dilihatnya ada sesuatu di tangan Ayah. Oh… dan juga di tangan Amanda. Sesuatu yang dibungkus tas plastik warna hitam. Lumayan besar ukurannya.
“Nih, Dika, buatmu satu,” kata Ayah sambil mengulurkan tas plastik itu pada Dika. Dika menerimanya dengan penasaran. Apa ya ini? Dia melongok ke dalam tas plastik tersebut.
“Apa ini, Yah?” tanya Dika sambil mengamati barang yang kini sudah dipegangnya. Diketuk-ketuknya, lalu diusap-usap. Keras. Permukaannya juga kasar. Berbentuk dan diwarnai hingga mirip sekali dengan ayam. Apa sih ini? Dika menatap Ayah dengan pandangan bertanya.
“Itu celengan,” jelas Ayah sambil melepaskan sepatu di ruang tamu.
“Celengan?” Dika mengangkat alisnya.
“Iya, celengan. Buat nabung,” ibu yang menjawab.
“Nabung apa?” tanya Dika lagi.
“Ya, nabung uang dong. Masa’ nabung permen,” tandas Amanda sambil masuk ke dalam kamar.
“Kakaaaak, kok gitu sih? Dika kan nggak ngerti,” rajuk Dika.
Terdengar suara tawa Amanda. “Makasih, Ayah!” teriaknya dari dalam kamar.
Ayah juga menambahkan,” Siapa yang paling pintar menabung, ayah akan memberikan tambahan uang sebesar tabungan kalian. Jadi kalau misalnya Manda dapat seratus ribu, nanti ayah akan memberi tambahan seratus ribu lagi.”
“Benar yah?” jawab Amanda sumringah.
Ayah tertawa. “Iya, Manda. Nabung yang rajin ya?!”
“Yaaaa!” jawab Amanda dari dalam kamar lagi.
Sementara itu, Dika masih saja mengamati barang yang disebut Ayah dengan celengan itu.
“Celengan itu untuk menyimpan uang, Dika. Ayah rasa, kamu sudah cukup besar untuk mulai belajar menabung. Berapa hayo, umurmu sekarang?” tanya Ayah.
“Tujuh!” sahut Dika sambil mengacungkan tangan kanannya. Ups, tangan kirinya tak bisa diacungkan karena sedang memegang celengan.
Ayah tersenyum geli. “Iya. Sudah kelas satu pula. Iya kan? Sudah diajari tentang menabung belum sama Bu Guru?”
Dika menggeleng.
“Hmmm, nanti kamu juga akan diajari. Jadi ini celengan untuk kamu menyimpan uangmu. Kamu kan selalu mendapatkan uang jajan dari Ibu. Nah, mulai sekarang Dikajarlah untuk menyisihkan sedikit dari uang jajanmu setiap hari untuk ditabung,” jelas Ayah.
“Kenapa?” tanya Dika, masih saja tak mengerti.
“Dengan uang tabunganmu itu, kamu bisa membeli apa saja yang kamu inginkan.”
“Apa saja, Yah?” Dika mulai tertarik. “Bisa buat beli mainan?”
“Bisa.”
“Beli sepeda?”
“bisaaa...”
“Beli buku cerita?”
“Bisaaa...!”
“Katanya kamu mau berlibur ke Water Boom?” sahut Ibu menambahkan.
“Iya Bu,” jawab Dika bersemangat.
“Makanya kalau mau pergi berenang kalian harus menabung dong.” Sahut Ibu ketika masuk ke dalam ruang tamu”
Ayah tersenyum. “Semuanya bisa, asal kamu rajin menabung. Kamu sisihkan uang jajanmu, lalu kamu masukkan ke dalam celengan itu. Kamu nggak boleh mengambilnya jika belum penuh.”
“Tapi uang saku dari Ibu kan paling cuma seribu aja, Yah. Emang bisa buat pergi ke Water Boom?” tanya Dika semakin penasaran.
“Makanya dikumpulkan. Sedikit demi sedikit kan jadi bukit. Maksudnya, kita ngumpulin uang sedikit-sedikit setiap hari. Nah, suatu hari nanti akan terkumpul jadi banyak. Makanya jangan diambil sebelum celenganmu penuh.”
“Ngambilnya gimana? Nggak ada tutupnya gini, Yah?” Dika kembali membolak balikkan celengan itu.
Ayah tertawa. “Celengan itu dari tanah liat. Kalo jatuh, ya pecah. Kayak gelas-gelasnya Ibu itu lho. Jadi, nanti diambilnya ya dengan memecahkannya.”
Ibu tersenyum,
 “Lho, berarti kalau udah pecah, nggak bisa dipakai lagi dong!”
“Hahaha iya. Ya nggak apa-apa. Nanti Ayah belikan lagi celengan yang baru. Tapi pokoknya, asal kamu rajin menabung.”
Dika terdiam. Benaknya dipenuhi dengan pertanyaan, “Hmmm, kapan kita akan pergi ya?”
“Jadi, kamu mulai sekarang Dikajar menabung ya?” kata Ayah sambil mengacak-acak rambut Dika.
“Siap, Yah!” sahut Dika sambil menempelkan tangannya ke pelipis, bergaya bak tentara yang memberi hormat pada komandannya.
Hihihi… Ayah tertawa.

***

Sejak Dika punya celengan, dia jadi rajin sekali menabung. Setiap hari selalu disisihkannya uang lalu ditabungnya di dalam celengan.
Setiap kali setelah dia memasukkan uang ke dalam celengan, pasti celengan itu diguncang-guncangnya. Dia ingin mendengar gemerincing uang koin dan gemerisik uang kertas yang ada di dalamnya. Setiap kali pula, dia tersenyum puas setelah mendengarnya.
“Kak, punya Kakak udah berat belum?” tanyanya.
“Belum terlalu. Punyamu?” Amanda balik bertanya.
Dika kembali mengguncang-guncang celengannya. “Mmm, belum juga.” Lalu diletakkannya kembali celengan itu di atas meja Dikajarnya.
“Yahh, nggak apa-apa, Dik. Kalau isinya uang kertas, dia memang ga terlalu berat. Kalau isinya uang logam sih, pasti lebih berat.”
“Ooo, gitu ya?” Dika mengangguk-angguk mengerti.
“Nggak usah dirasakan. Nanti tahu-tahu dia akan penuh sendiri,” kata Amanda sambil tersenyum.
Benar juga. Dika meringis senang, sambil membayangkan sedang berenang di Water Boom bersama kakaknya.
Pada suatu hari mbok Surti, pembantu mereka menangis di Dikakang rumah. “Sepertinya mbok sedang ada masalah,” tanya Dika
“Iya Den, anak mbok di kampung sedang sakit dan minta kiriman uang lagi.”
“Kenapa tidak minta sama ibu saja mbok,”
“Mbok malu, gaji mbok yang bulan depan saja sudah mbok minta dan sudah mbok kirim ke kampung seminggu yang lalu. Ternyata biaya rumah sakitnya sangat mahal jadi uang yang mbok kirim kemarin kurang.”
Mendengar orang tua yang sudah mengurusnya selama bertahun-tahun itu bersedih Dika menjadi sangat kasihan,”Sebentar ya mbok.”
Dika berdiri dan masuk ke dalam kamar. Ia mengambil celengan ayam, dengan hati-hati
Amanda melihat tingkah laku adiknya bertanya keheranan,” Lho Adik ngapain mengambil uang tabungan?”
Dika diam, seperti berpikir sesuatu. Tangan kanannya menopang dagu, tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja Dikajar. Serius sekali, nampaknya.
“Kamu ingin apa?” tanya Amanda penasaran.
Dika tak menjawab, malah berlari ke dalam kamarnya. Tak berapa lama…
 PRANG!
Tiba-tiba terdengar sesuatu yang pecah dari dalam kamar Dika. Tergopoh-gopoh Amanda berlari masuk ke kamar Dika untuk melihat apa yang terjadi.
Betapa kagetnya Amanda melihat Dika sedang berjongkok. Di hadapannya ada celengan ayam, yang diberi oleh Ayah tempo hari, sudah pecah berserakan.
“Dika? Ada apa ini?” Amanda buru-buru menghampiri Dika yang sedang memunguti uang di antara pecahan celengan.
“Iya, ada seseorang yang sedang membutuhkan uang ini.” Jawab Dika sambil merapikan uang-uang yang berserakan di meja. Setelah dihitung ia segera berdiri dan keluar tanpa mempedulikan Amanda yang masih terbengong-bengong di depan pintu kamar Dika.
Dika menyerahkan uang dari dalam celengannya pada mbok Surti, ” Mbok bisa ngirim uang ini ke kampung. Memang nggak banyak jumlahnya, tapi Dika harap bisa sedikit membantu anak mbok.”
“Ya ampun, Den. Sebanyak ini uang siapa. Nanti salah-salah malah mbok yang dimarahi sama ibu.,”
“Tenang saja mbok, ini uang tabungan Dika di celengan.”
“Terima kasih ya Den.” Mbok Surti menangis haru menerima uang dari Dika.
Amanda yang masih penasaran mengikuti Dika dan mengawasi apa yang dilakukan Adiknya dengan uang dari celengan ayam miliknya. Karena penasaran Amanda mencegat dan menanyai Dika ketika Adiknya itu masuk ke dalam rumah.
“Kamu ini bodoh atau apa sih, ngumpulin uang lagi kan susah, memangnya kamu nggak mau pergi ke Water Boom.”
“Ya kepingin pasti. Aku kan bisa mulai ngumpulin uang lagi.”
Menjelang liburan tiba ayah dan ibu meminta Dika juga Amanda membawa celengannya masing-masing. Di ruang makan kedua celengan itu dibuka. Bisa dipastikan celengan Amanda lah yang paling banyak jumlahnya. Amanda berhasil mengumpulkan Dua ratus liam puluh ribu rupiah seddangkan Dika hanya mengundapatkan lima puluh lima ribu rupiah.
“Berarti Amanda yang menang,” teriak Amanda kegirangan,” Ayah janji kan mau nambahin uang Amanda sebanyak isi celengan ayam ini.”
“Dulu ayah kan bilangnya siapa yang paling pintar menabung yang akan ayah beri tambahan, bukan berarti yang paling banyak lho,” kata ayah yang membuat Amanda dan Dika bingung.
“Maksud ayah……….” Tanya Dika ingin tahu.
“Ayah tahu kalau Dika sudah membongkar celengannya dan memberikan uang itu pada mbok Surti, benarkan Dika.”
“Iya ayah,” Dika takut kalau-kalau ayah akan marah dengan tindakannya itu.
“Ayah bangga dengan apa yang dilakukan Dika. Ia tahu kalau mbok Surti lebih membutuhkan uang itu.”
“Jadi kak Dika dong yang menang.” Amanda jadi sedih.
“Dua-duanya menang, karena kedua anak ayah sama pintarnya menabung, jadi ayah akan memberikan tambahan masing-masing dua ratus lima puluh ribu.”
“Tapi janji ya, nanti kalian harus ,membayar uang masuk dan jajan dengan uang kalian sendiri,” tambah ibu.
Menabung itu baik, tapi akan sangat baik kalau kita juga tahu bagaimana menggunakan uang tabungan itu.


karya: lulut sugiarti